Merebaknya perilaku menyimpang di masyarakat akhir-ahir ini khususnya kalangan remaja,merupakan satu bukti kemerosotan akhlak masyarakat yang terus terkikis Mereka sudah tidak lagi terikat dengan agamanya..
Demikian sambutan pembukaan ketua DPP LDII Sobar Wiganda mewakili Ketua Umum pada acara diskusi Kebangsaan yang diselenggarakan pada hari ini (Rabu 21/3) di lt.3 Kantor DPP LDII Jl. Arteri Tentara Pelajar no.28 Senayan Jakarta Pusat.
Diskusi kebangsaan yang menghadirkan Tokoh Pendidikan seperti Ki Supriyoko dari Taman Siswa Jogyakarta, KH. Mahrus Amin dari Pondok Pesantren Darunnajah Jakarta, hadir juga sebagai nara sumber ,Musliat Wakil Menteri dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI .
Diskusi yang bertemakan Pentingnya Pendidikan Akhlak di negeri Krisis Moral ini dipandu oleh Moderator Hidayat Nahwi Rasul dari Pemimpin Redaksi Majalah Nuansa.
Banyaknya kemaksiatan seperti meluasnya penyalahgunaan obat-obatan terlarang, pergaulan bebas, durhaka kepada kedua orang tua, tawuran antar pelajar, antar kelompok adalah segelintir contoh dan bukti betapa generasi bangsa semakin jauh dari sentuhan nilai-nilai Akhlakul Karimah dan sudah hilangnya rasa malu. Sehingga dipertanyakan bagaimana sistem pendidikannya, karena perilaku menyimpang justru terjadi di lembaga pendidikan, ungkap Musliat,Wakil Menteri pendidikan dan kebudayaan mengawali diskusinya.
Yang paling menakutkan lagi menurutnya adalah hilangnya rasa saling menghormati bahkan rasa memiliki Negara tercinta ini.”Mestinya bisa memilah, kalau pemerintah yang salah ya Pemerintahannya, jangan negaranya yang dijelekkan dengan merusak kepentingan masyarakat banyak”,
Hal-hal yang terjadi diatas adalah merupakan bentuk keprihatian nasional, sehingga dengan demikian Mendikbud berkesimpulan bahwa pendidikan karakter bangsa harus masuk ke dalam kurikulum nasional. Lebih lanjut Wamendikbud juga mengapresiasi kepada LDII yang memiliki infrastruktur yang cukup dan punya massa yang cukup banyak, organisasi yang mapan sampai ke grass root.
Dalam kesempatan itu Mendikbud juga menjelaskan bahwa saat ini sedang memproses ulang kurikulum nasional untuk memasukkan kembali Pancasila dan pendidikan kewarganegaraan sebagai mata pelajaran di tingkat dasar dan menengah. Termasuk didalamnya adalah pendidikan Akhlak didalam mata pelajaran Agama.
Bahwa
ternyata untuk memperbaiki Akhlak budi pekerti bangsa bukan menjadi
tanggung jawab Pemerintah saja, melainkan menjadi tanggung jawab kita
semua terutama sebagai ormas keagamaan.
Sementara Ki Supriyoko
tokoh pendidikan asal Jogyakarta yang sekaligus sebagai pimpinan Taman
Siswa kepada LDII berpesan agar terus menyerukan kepada semua msyarakat
tentang budi pekerti yang sudah di tauladani oleh Rosululloh SAW dengan
hikmah, dan bantahlah jika ada yang menentang dengan cara lemah lembut,
itupun bila perlu. Lebih lanjut Ki Supriyoko menjelaskan bahwa tandanya
bangsa itu sudah krisis moral apa bila sudah terjadi penyimpangan
social, perbuatan asusila, dan korupsi sudah membudaya.
Sebagai
pembicara terakhir, pada diskusi kebangsaan yang diselenggarakan oleh
DPP LDII, KH. Machrus Amin menyampaikan pentingnya pembangunan Bangsa
melalui Pendidikan Pondok Pesantren. Karena menurutnya didalam Pondok
Pesantren ada pilar-pilar pendidikan yang meliputi pembinaan jiwa
seperti keikhlasan, kemandirian, kesederhanaan, ukhuwah dan jiwa
merdeka.
Prof.Dr.Musliat, Prof.Dr.Ki Supriyoko Taman Siswa, KH. Mahrus Amin
Tak
dapat disangkal, bahwa semua itu karena minimnya pendidikan agama
sedari dini, sejak manusia dalam kandungan. Sejak kecil harusnya seorang
anak tidak dibiarkan berkeliaran di luar kontrol orang tuanya. Orang
tua terkadang sibuk mencari nafkah, dengan dalih demi kelangsungan hidup
keluarga. Mereka lupa, hakekatnya pendidikan akhlak dan kasih sayang
kepada anak adalah lebih penting dari sekadar menimbun uang.
ANAK, AMANAH ATAS KEDUA ORANG TUA
Kita
tak perlu heran terhadap mereka yang telah menyia-nyiakan perintah
Allah di dalam hak anak dan keluarga mereka. Seandainya api dunia
mengenai anaknya atau nyaris menyentuhnya, pasti ia akan berjuang sekuat
tenaga untuk menghindarkan anaknya dari api tersebut, dan buru-buru
pergi ke dokter untuk segera mengobati luka-lukanya. Adapun api akhirat,
maka ia tidak mau mencoba untuk membebaskan anak-anak dan keluarganya
darinya. Wallahu al Musta’an.
Padahal
Allah ‘Azza Wajalla telah berfirman, artinya: “Hai orang-orang yang
beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6).
Seorang
ayah adalah penanggung jawab pertama, lantaran ia sebagai pemimpin
dalam rumah tangganya, maka ia akan ditanya oleh Allah ‘Azza Wajalla
tentang rumah tangganya. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam
bersabda,
وَالرَّجُلُ
رَاعٍ عَلَى أَهْْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى أَهْلِ بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ
مَسْئُوْلَةٌ عَنْهُمْ
“Seorang
suami adalah pemimpin dalam keluarganya, dan ia akan ditanya atas
kepemimpinannya, dan seorang istri adalah pemimpin dalam rumah tangga
suaminya dan anaknya, maka ia akan ditanya tentang mereka.” (HR. Bukhari
dan Muslim).
Oleh
sebab itu, kedua orang tua harus bangkit melaksanakan kewajibannya
terhadap anak, berupa perhatian, pengawasan, dan pendidikan yang baik,
agar kelak menjadi generasi yang baik dapat memberi manfaat bagi orang
tua dan kaum Muslimin yang lain.
HAL PERTAMA YANG PERLU DIAJARKAN KEPADA ANAK
Orang
tua, terutama ibu, memiliki peranan terbesar dalam pendidikan
anak-anaknya. Akan tetapi seringkali mereka tidak mengetahui dari mana
mereka harus mulai menanamkan akidah Islam pada buah hatinya, bagaimana
mengajarkannya dan bagaimana menancapkannya pada hati mereka.
Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam adalah teladan terbaik bagi kita dalam
segala hal, termasuk dalam pergaulan beliau dengan anak-anak. Dalam
masalah ini, kita bisa memetik lima pokok dalam pendidikan beliau
terhadap akidah anak-anak:
1. Membiasakan anak mengucapkan dan mendengarkan kalimat tauhid dan memahamkan maknanya jika ia telah besar.
Wajib
atas orang tua untuk menumbuhkan tauhid terhadap Allah pada
anak-anaknya sedari dini. Oleh karena itu, ajarkan dan pahamkan anak
bahwa Rabb mereka adalah Allah ‘Azza Wajalla Dialah yang menciptakan,
yang memberi rejeki, yang menghidupkan dan makna-makna rububiyyah Allah
lainnya. Setelah mengenal keagungan Allah dalam rububiyah-Nya, iringilah
dengan mengajarkan bahwa Allah-lah yang berhak untuk disembah,
diibadahi, disyukuri, diharapkan dan hanya kepada-Nya pula ditujukan
segala jenis ibadah. Tak kalah pentingnya memperingatkan mereka dari
syirik dan menjelaskan bahayanya pada mereka.
2. Menanamkan Kecintaan anak terhadap Allah
Dalamnya
kecintaan kepada Allah Subhanahu Wata’ala dan tertanamnya keimanan
terhadap takdir-Nya membawa seorang anak untuk bisa menghadapi hidupnya
dengan optimis dan tawakkal. Benih cinta kepada Allah yang tertanam akan
menumbuhkan keberanian, karena dia akan menyadari bahwa tidak ada yang
pantas ditakuti kecuali kemurkaan-Nya.
Gambaran
keberanian yang menakjubkan ini terlukis pada diri seorang anak kecil,
hasil didikan generasi mulia, Abdullah bin Az-Zubair. Suatu saat
Abdullah dan anak-anak sebayanya berkumpul dan bermain-main di suatu
jalan. Ketika melihat Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhum lewat di
jalan tersebut, semua anak berlarian kecuali Abdullah bin Az-Zubair.
Menyaksikan peristiwa itu, Umar merasa takjub sehingga bertanya kepada
anak kecil itu, apa sebabnya ia tidak lari seperti anak-anak lainnya.
Abdullah kecil pun menjawab, “Aku tidak bersalah sehingga aku harus
lari, dan aku tidak takut pada Anda, sehingga aku harus meluaskan jalan
bagi Anda.”
Inilah
sosok mungil Abdullah bin Az-Zubair, tidak ada yang ditakutkannya
kecuali kemurkaan Rabbnya karena melanggar larangan atau meninggalkan
perintah-Nya.
3. Menanamkan kecintaan anak pada Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam
Dalam riwayat Bukhari dari Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhum bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدَكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ
“Tidak
beriman salah seorang dari kalian hingga aku lebih dia cintai daripada
ayahnya, anaknya dan seluruh manusia.” (HR. Bukhari).
Betapa pentingnya kecintaan terhadap Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam sampai-sampai tidak akan sempurna iman seseorang tanpanya.
Membacakan
sirah (sejarah) Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan mengenalkan
mereka akan sifat-sifat beliau yang mulia merupakan upaya terbaik untuk
menumbuhkan kecintaan mereka pada beliau.
4. Mengajarkan pada anak Al Qur’an Al Karim
Sepantasnya
bagi orang tua untuk memulai pelajaran bagi putra-putrinya dengan Al
Qur’an sejak dini. Yang demikian itu untuk menanamkan pada mereka bahwa
Allah adalah Rabb mereka dan Al Qur’an adalah firman-Nya. Menancapkan
ruh Al Qur’an pada hati-hati mereka dan cahaya Al Qur’an pada
pikiran-pikiran mereka, sehingga mereka tumbuh di atas kecintaan kepada
Al Qur’an. Hati mereka menjadi terikat padanya sehingga mereka siap
untuk mengikuti perintahnya dan berhenti dari larangan-larangan yang ada
padanya, berakhlak dengan akhlak Al Qur’an dan berjalan di atas
manhajnya.
Imam
As-Suyuthi mengatakan bahwa mengajarkan Al Qur’an pada anak merupakan
salah satu pokok Islam agar mereka tumbuh di atas fitrahnya, dan cahaya
hikmah itu lebih dahulu menancap di hati mereka sebelum menetapnya hawa
nafsu, kotoran-kotoran maksiat dan kesesatan.
Para
salafus shaleh biasa mengajari anak-anak mereka Al Qur’an sebelum
mencapai usia 3 tahun, sehingga kita akan dapati pada usia yang masih
belia, mereka telah menghapal Al Qur’an. Sebut saja Imam Syafi’i, beliau
telah hapal Al Qur’an pada usia 10 tahun, demikian pula Imam Nawawi
rahimahumallah.
5. Mendidik anak untuk. berakhlak yang baik
Islam
sebagai agama yang sempurna dan relevan di setiap tempat dan zaman
sangat menjunjung tinggi nilai-nilai akhlak. Nabi Shallallahu Alaihi
Wasallam diutus tidak lain untuk menyempurnakan akhlak manusia.
Sebagaimana sabdanya,إ
إنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ
“Aku diutus oleh Allah tidak lain untuk menyempurnakan akhlak yang sholeh” (HR. Ahmad, dishahihkan oleh Al Albani).
Akhlak merupakan tolok ukur iman seseorang. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
“Orang
mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling sempurna
akhlaknya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Al Albani).
Dalam
riwayat lain, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pernah ditanya
tentang penyebab yang paling banyak orang masuk surga. Beliau menjawab,
تَقْوَى اللهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ
“Takwa kepada Allah dan akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad, dishahihkan oleh Al Albani).
مَا مِنْ شَيْءٍ أَثْقَلُ فِي الْمِيزَانِ مِنْ خُلُقٍ حَسَنٍ
“Tidak ada sesuatu yang paling berat dalam timbangan melebihi akhlak yang baik.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Hadits-hadits
di atas menunjukkan betapa akhlak yang baik memiliki keutamaan dan
ketinggian derajat. Sudah sepantasnya apabila kita berusaha untuk
memilikinya. Tetapi perlu diingat bahwa ukuran baik buruknya akhlak
seseorang tidaklah didasari oleh selera individu masing-masing, atau
menurut adat istiadat yang berlaku di masyarakat. Semuanya harus
berpedoman menurut norma Islam.
6. Memilih sekolah / lembaga pendiLedikan yang baik bagi anak
Adanya generasi yang buruk, bukan karena kesalahan mereka semata, namun ada faktor lain yang turut menentukan hal tersebut.
Selain
keluarga sebagai sekolah pertama bagi anak-anak, pendidikan formal pun
memiliki peranan penting dalam pembentukan kepribadian seorang anak.
Akan tetapi, pendidikan formal saat ini, pada umumnya tidak mampu
mendidik anak didiknya dengan baik. Contoh, sekolah/lembaga pendidikan
hanya sekadar mentransfer ilmu, sedangkan pembinaan kerpribadian jarang
dilakukan. Belum lagi kurikulum yang diterapkan sebagian besar adalah
ilmu umum, sedangkan ilmu agama sangat sedikit sekali, menyebabkan anak
didik berperilaku kurang baik.